Banyaknya kelompok-kelompok dzikir yang bermunculan di Indonesia sekarang ini menandakan bahwa memasyarakatkan amalan dzikir bagi setiap individu muslim di Indonesia memang sudah harus dilakukan. Sebab perkembangan zaman sekarang ini berdampak pada gejala-gejala pelunturan aqidah bagi sebagian besar masyarakat muslim.
Ilmu dzikirullah bukan hanya mendekatkan pengamalnya kepada Allah, tetapi juga mampu menolak datangnya bencana. Bencana dimaksud bukan saja bencana alam tetapi yang lebih penting adalah bencana moral yaitu kondisi masyarakat yang sudah mencapai titik kritis dimana kepentingan duniawi sangat mendominasi kehidupan individu masyarakat dalam berbagai strata sedangkan kehidupan akhirat sudah sangat jauh ditinggalkan.
Dalam kitab Rahulbayan halaman 286 juz III diterangkan bahwa Allah SWT menolak bala musibah dari umat ini dengan sebab mereka yang kaum dzikirullah itu. Artinya bahwa selagi masih ada kaum yang berdzikir di daerah tersebut maka Allah SWT tidak akan menimpakan bencana di daerah tersebut.
Rasulullah SAW mengingatkan kita dalam sabdanya : “Laa taquumus sa’atu hatta laa yabqollah wajhil ardhi may yaquulu Allah… Allah” artinya : tidak akan datang kiamat itu selagi masih ada yang menyebut Allah…Allah (H.R. Muslim)
Tentunya yang dimaksud dengan pengamalan dzikir dalam hadist tersebut adalah mengamalkan dzikir secara tepat, sebagaimana di ingatkan oleh Allah SWT di ujung surat An Nahl 43 : “Fas-aluu ahla dzikri in kuntum laa ta’lamuun” artinya : Maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui.
Harus di ketahui bahwa salah satu fungsi dzikir adalah untuk mengajak pengamalnya lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu, dzikir juga akan membawa manusia pada ketenangan hati. ”
“’Ala bidzikrillahi tathmainnul qulub” yaitu ketenangan hati setiap individu yang menjalankan dzikir itu sendiri.
Dengan melaksanakn amalan dzikir yang tepat dan istiqomah bagi setiap individu akan dijauhkan Allah SWT dari sesuatu yang mengakibatkan atau mendorong pada perbuaan-perbuatan yang menjurus pada kesyirikan atau kemaksiatan yang lain.
Dzikir tidak mengajak dan tidak menjadi keharusan untuk membawa ataupun mendorong pengamalnya pada keghaiban. Timbulnya sesuatu yang di anggap ghaib dari dzikir, tidak masuk kategori dalam keghaiban dzikir. Keghaiban dzikir itu muncul karena ada ketenangan dalam hatinya dan hati telah bersih. Analoginya dapat seperti ini : sehabis pulang kerja, lalu kita mandi terus mengenakan pakaian yang bersih. Dari kebersihan itu terasa tumbuh kesejukan tersendiri bagi pemakainya.
Bila hati telah bersih, tentu ia semakin peka dan tanggap, mampu mengekang hawa nafsu yang suka menggoda dan mendorong untuk berbuat hal-hal yang merugikan. Sebab kepekaan yang muncul itu dari hasil dzikirnya, sehingga ia mampu untuk menghindar dari perbuatan-perbuatan tercela.
Hati yang bersih dan bercahaya dapat terlaksana apabila pemberihan hati tersebut dilakukan dengan cara ataupun metode yang tepat. Pembersiha hati tidak dapat dilakukan secara fisik karena hati yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak nampak. Pembersihan hati hanya dapat dilakukan dengan dzikir hati yaitu yang tidak bersuara dan tidak berhuruf, yang dilaksanakan secara terus menerus sampai akhir hayat.